Jumlah Qadha Sholat Yang Terlupakan
Dalam kenyataan hidup seseorang muslim, tidak semuanya taat full 100% menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tidak bisa dipungkiri memang, setiap individu muslim mempunyai latarbelakang, lingkungan, dan sosial yang berbeda-beda.
Dalam hal shalat misalnya, ada banyak sekali kaum muslimin
yang dengan berbagai macam pekerjaan dan kesibukan mereka terlena dan lalai
untuk menunaikan shalat yang semestinya ditunaikan sekurang-kurangnya lima
waktu dalam sehari semalam.
Dalam postingan kali ini, akan diterangkan bagaimana mengqadha
sholat yang terlalu banyak ditinggalkan, bahkan na’udzubillah sampai lupa berapa
shalat yang ditinggalkan saking seringnya tidak shalat.
Saya tidak akan membahas status subyeknya bagaimana ia
bisa terlena sampai sejauh ini karena itu hak ilahi wailahana semata. Akan
tetapi saya akan sedikit memberi wawasan cara memperbaikinya. Karena setiap
orang pasti punya masa lalunya yang pahit. Jika tidak ada yang menyampaikan hal
ini, maka bagaimana seseorang bisa memperbaiki hidupnya untuk lebih baik
shalatnya?
Sebelumnya, mari kita berdoa semoga kita senantiasa dan
selalu menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya sekuat
tenaga.
Saya akan mengilustrasikan kehidupan seseorang dalam masalah
ini, sebut saja pelakunya si Ujang. Si Ujang ini dahulu semasa kecil hingga dewasa
jarang sekali shalat. Dengan berjalannya waktu, Allah memberi hidayah kepada
Ujang dan ia pun menyesali kehidupannya yang dahulu jarang shalat.
Karena jarang sekali shalat selama bertahun-tahun, Ujang
pun lupa berapa banyak shalat yang pernah ia tinggalkan. Maka apa yang harus
dilakukan Ujang?
من عليه فوائت لا يدري عددها يجب عليه أن يقضي حتى
يتيقن براءة ذمته، عند الشافعية، والحنابلة؛ وقال المالكية، والحنفية: يكفي أن
يغلب على ظنه براءة ذمته. (الفقه على المذاهب الأربعة ج 1، ص 450)
Menurut Syafi’iyyah
dan Hanabilah : “orang yang meninggalkan shalat fardhu dan tidak tau berapa
jumlahnya, maka wajib baginya mengqadha sampai ia yakin tidak punya tanggungan
lagi.”
Sedangkan menurut
Malikiyah dan Hanafiyah : “wajib mengqadha sampai benar-benar yakin dalam prasangkanya
tidak punya tanggungan lagi.”
وإذا شك في مقدار ما عليه من الصلوات قضى ما لم يتيقن
فعله قاله القاضي،
وهو الراجح في المذهب عند المتأخرين كشيخنا الرملي وأتباعه . وقال النووي : يقضي
ما تيقن تركه فقط على الأصح، ثم قال : وينبغي أن يختار وجه ثالث وهو أنه إن كان
يصلي تارة ويترك أخرى ولا يعيد فهو كقول القاضي، وإن كان تركه نادرا فهو كمقابله.
(حاشية قليوبي الجزء الأول صـ ١٣٥)
Pendapat yang
yang rajih (kuat) menurut madzhab ulama mutaakhirin seperti Imam Ramli
dan pengikutnya : “Jika seseorang ragu berapa jumlah shalat yang ditinggalkannya,
maka yang wajib di qadha adalah shalat yang tidak yakin dia telah melakukannya.”
Menurut Imam
Nawawi : “pendapat yang ashah (paling shahih), shalat yang wajib di
qadha adalah shalat yang yakin telah ditinggalkan saja.”
Imam Nawawi
menambahkan : “sebaiknya orang memilih pendapat yang ketiga, yaitu jika terkadang
shalat terkadang tidak, maka ikuti pendapat yang rajih (mengqadha shalat
yang tidak yakin dia telah melakukannya), jika dia masih sering shalat, maka
pilih pendapat yang ashah (mengqadha shalat yang yakin telah
ditinggalkan saja).
Tidak ada komentar