Terjemah Kitab Adabul 'Alim Wal Muta'allim Bag.2
[١] الباب الأول
فى فضل العلم والعلماء وفضل تعليمه وتعلمه
BAB
1
KEUTAMAAN
ILMU DAN ULAMA’
قال
الله تعالى:
Allah
ta’ala berfirman :
﴿ يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
﴾ [المجادلة: ١١]،
“Maka
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu” (Q.S. Al-Mujadalah : 11).
أي ويرفع العلماء منكم درجات بما جمعوا من العلم
والعمل.
Artinya,
Allah akan mengangkat derajat para ‘ulama (orang yang ahli dalam bidang
keilmuan), sebab mereka memadukan antara ilmu pengetahuan dan pengamalannya.
قال ابن عباس رضي الله عنهما: درجات العلماء
فوق المؤمنين بسبعمائة درجة، ما بين الدرجتين خمسمائة عام.
Ibnu
Abbas telah berkata ra.: “Derajat ulama’ itu jauh diatas orang mukmin dengan
selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira
perjalanan lima ratus tahun”.
وقال
الله تعالى:
Allah
Ta’ala berfirman :
﴿ شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ
لاَ إِلَهَ إِلاَ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَاُوْلُوالْعِلْمِ
﴾ [آل عمران: ١٨] الآية،
“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga
menyatakan yang demikian itu).....” (Q.S. Ali-‘Imran : 18)
فبدأ
الله تعالى بنفسه وثنى بملائكته وثلث بأهل العلم. وناهيك بهذا شرفا وفضلا وجلالة
ونَبْلا.
Ayat
diatas menjelaskan bahwa Allah memulai firmannya dengan menyebut Dzatnya
sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebut
orang-orang yang memiliki ilmu. Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal
ini untuk memperoleh untuk memperoleh kemulyaan, keutamaan dan keagungan..
وقال
الله تعالى:
Allah
Ta’ala berfirman :
﴿ إِنَّمَا يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ﴾ [فاطر:
٢٨]
“...sesungguhnya
dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah adalah para ‘ulama”. (Q. S.
Al-Fathir : 28)
وقال
الله تعالى:
Allah
Ta’ala berfirman :
﴿ إِنَّ الَّذِيْنَ
آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ اُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
﴾ إلى قوله تعالى: ﴿ ذَلِكَ
لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ ﴾ [البينة: ٨-٧]
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah
sebaik-baiknya makhluk....” sampai ayat “Yang demikian itu adalah
(balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” ( Q.S. Al Bayyinah: 7-8 ).
فاقتضت
الآيتان أن العلماء هم الذين يخشون الله تعالى. والذين يخشون الله هم خير البرية.
فينتج أن العلماء هم خير البرية.
Dua
ayat diatas menetapkan bahwa para ulama’ adalah orang-orang merasa takut kepada
Allah. Orang yang merasa takut kepada Allah SWT adalah termasuk sebaik-baik
makhluk. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa mereka adalah
sebaik-baik makhluk.
وقال
رسول الله صلى الله عليه وسلم:
Rasulullah
SAW bersabda :
( مَنْ يُرِدِ
اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ )
[1]
“Barang
siapa yang dikehendaki baik oleh Allah , maka Allah akan memberikan kefahaman
terhadap ilmu fiqh” .
وقال
صلى الله عليه وسلم:
Rasulullah
SAW bersabda :
( الْعُلَمَاءُ
وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءُ ) [2].
“‘Ulama’
adalah pewaris para Nabi”.
وحسبك
بهذه الدرجة مجدا وفخرا، وبهذه الرتبة شرفا وذكرا. وإذا كان لا ربتة فوق النبوة
فلا شرف فوق شرف الورثة لتلك الرتبة.
Cukuplah
bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagungan dan kebanggaan
diri. Dan (cukup pula bagimu) dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan
dan panggilan yang agung. Ketika sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat
kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisan
tingkatan tersebut.
وغاية
العلم العمل به، لأنه ثمرته وفائدة العمر وزاد الآخرة. فمن ظفر به سعد ومن فاته خسر.
ولما ذُكِر عنده صلى الله عليه رجلان أحدهما عابد والأخر عالم، قال: ( فَضْلُ
الْعَالِمِ عَلىَ الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلىَ أَدْنَاكُمْ ) [3]
Puncak
dari ilmu yaitu mengamalkan ilmu tersebut. Karena mengamalkan ilmu merupakan
buah dan arti dari sebuah umur, serta menjadi bekal akhirat. Orang yang
melakukan hal tersebut (mengamalkan ilmu), maka ia merupakan orang yang
beruntung sedangkan orang yang tidak melakukan hal tsb (mengamalkan ilmu), maka
ia termasuk orang yang rugi. Pernah suatu ketika Nabi SAW ditanya tentang dua
orang laki-laki dimana yang satu ahli ibadah (tidak berilmu) dan yang satu orang
yang berilmu. Nabi menjawab : “(perbandingan) Keutamaan orang yang berilmu dibandingkan
dengan orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu) seperti keutamaanku atas orang yang
paling bodoh diantara kalian”.
وقال
صلى الله عليه وسلم:
Rasulullah
SAW bersabda :
( مَنْ سَلَكَ
طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ
) [4]
“Barang
siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah
baginya jalan menuju surga”
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مُسْلِمٍ
وَمُسْلِمَةٍ، وَطَلَبُ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حَتىَّ
الْحُوْتُ فِى الْبَحْرِ ) [5]
“Mencari
ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam laki-laki dan perempuan. Orang
yang mencari ilmu itu akan dimintakan ampun oleh setiap sesuatu yang ada dimuka
bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ غَدَا لِطَلَبِ الْعِلْمِ صَلَّتْ عَلَيْهِ
الْمَلاَئِكَةُ وَبُوْرِكَ فِى مَعِيْشَتِهِ ) [6]
“Barang
siapa berangkat pergi di pagi hari dengan tujuan mencari ilmu, maka para
malaikat akan mendo’akannya dan diberkahi kehidupannya”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ غَدَا إِلىَ الْمَسْجِدِ لاَ
يُرِيْدُ إِلاَّ أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمُهُ
كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَجٍّ تَامٍّ ) [7]
“Barang
siapa yang berangkat pergi di pagi hari menuju ke masjid, sementara dia tidak
menghendaki sesuatu kecuali untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarkan kebaikan,
maka berhak memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang melakukan ibadah
haji secara sempurna”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( الْعَالِمُ وَالْمُتَعَلِّمُ
كَهَذِهِ مِنْ هَذِهِ ) وجمع بين المسبحة والتى تليها ( شَرِيْكَانِ فِى
اْلأَجْرِ، وَلاَ خَيْرَ فِى سَائِرِ النَّاسِ بَعْدُ ) [8]
“Orang
yang mengajarkan ilmu (guru) dan orang yang mempelajari ilmu (murid) seperti
ini dari ini.” Nabi membuat perumpamaan antara dua jari telunjuk,
jari yang berdampingan “mereka (murid dan guru) saling bersekutu dalam hal
kebaikan, dan tidak ada satupun kebaikan di kalangan seluruh manusia setelah
proses belajar dan mengajar.”
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( اُغْدُوْا عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا
أَوْ مُحِبًّا وَلاَ تَكُنْ الْخَامِسَ فَتَهْلِكَ ) [9]
“Jadilah
engkau pengajar atau pelajar atau pendengar atau pecinta terhadap ilmu
pengetahuan. Dan janganlah engkaujadi orang kelima, karena engkau akan binasa.”
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلِّمُوْهُ النَّاسَ ) [10]
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu kepada manusia lainnya”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( إِذَا رَأَيْتُمْ رِيَاضَ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا )، فقيل:
يا رسول الله وما رياض الجنة ؟، قال: (حِلَقُ الذِّكْرِ). [11]
“Apabila
kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah!. Kemudian
Nabi ditanya, “Wahai Rasulullah? apa yang dimaksud dengan taman surga itu?”. Beliau
menjawab: “Taman surga itu adalah taman yang digunakan untuk diskusi atau
pertukaran ilmu”.
قال
عطاء: هي مجالس الحلال والحرام، كيف تشترى وكيف تصلى وكيف تُزكّى وكيف تَحج وكيف تَنْكِح وكيف تُطلّق وما أشبه ذلك.
Imam
Atha’ berkata: “Yang dimaksud taman surga itu adalah majlis-majlis yang
digunakan untuk membahas masalah halal dan haram; bagaimana cara engkau
melakukan jual beli, bagaimana cara engkau melakukan shalat, bagaimana cara
engkau mengeluarkan zakat, bagaimana cara engkau melakukan ibadah haji yang
sempurna, bagaimana cara engkau melakukan pernikahan, bagaimana cara engkau
mencerai isteri dan lain sebagainya”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَاعْمَلُوا بِهِ )[12]
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan amalkanlah ilmu itu”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَكُوْنُوْا مِنْ أَهْلِهِ )[13]
“Pelajarilah
ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahlinya”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( يُوْزَنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِدَادُ الْعُلَمَاءِ وَدَمُ
الشُّهَدَاءِ )[14]
“Pada
hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta (karya-karya) para ulama’ dan
darah orang yang mati syahid”
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( مَا عُبِدَ اللهُ
بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ فِقْهٍ فِى الدِّيْنِ، وَلَفَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلىَ
الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ ) [15]
“Allah
tidak akan disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari pada faham dalam ilmu
fiqih (agama), karena sesungguhnya satu orang yang ahli dalam bidang ilmu fiqh
itu lebih berat bagi setan dari pada seribu orang yang ahli ibadah (tanpa ilmu
fiqh)”.
وقال
صلى الله عليه وسلم: ( يَشْفَعُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ثَلاَثَةٌ: اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ ) [16]
“Ada
tiga orang yang berhak memberikan syafa’at kepada orang lain nanti pada hari
kiamat, yaitu: para nabi, para ulama dan para syuhada”.
وروي
أن العلماء يوم القيامة على منابر من نور.
Dan
diriwayatkan, bahwa para ulama’ nanti pada hari kiamat berdiri diatas mimbar
yang terbuat dari cahaya (nur).
ونقل
القاضى حسين فى أول تعليقاته أنه روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ( مَنْ أَحَبَّ الْعِلْمَ وَالْعُلَمَاءَ لَمْ تُكْتَبْ
عَلَيْهِ خَطِيْأَتُهُ أَيَّامَ حَيَاتِهِ )[17]
Imam
Al-Qadli Husain mencuplik (sebuah hadits) dalam permulaan catatan kakinya,
sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: “Barang siapa yang mencintai ilmu
dan para ulama’, maka semua kesalahanya tidak akan ditulis selama hidupnya”.
قال
وروي أنه صلى الله عليه وسلم قال: ( مَنْ صَلىَّ خَلْفَ عَالِمٍ فَكَأَنَّمَا
صَلىَّ خَلْفَ نَبِيٍّ، فَمَنْ صَلىَّ خَلْفَ نَبِيٍّ فَقَدْ غُفِرَ لَهُ )[18]
Ia
juga mengatakan, telah diriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
“Barang
siapa yang melakukan shalat dibelakang orang alim, maka seakan-akan ia
melakukan shalat dibelakang Nabi. Dan barang siapa yang melakukan shalat
dibelakang Nabi, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah”.
وفى
حديث أبي ذر رضي الله عنه: ( أَنَ
حُضُوْرَ مَجْلِسِ ذِكْرٍ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ أَلْفِ رَكْعَةٍ وَشُهُوْدِ
أَلْفِ جَنَازَةٍ وعِيَادَةِ أَلْفِ مَرِيْضٍ )[19]
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar ra, : “Bahwa menghadiri
tempat-tempat yang digunakan untuk diskusi ilmiah itu lebih utama dari pada
melakukan shalat seribu rakaat (tanpa ilmu), menyaksikan seribu jenazah dan
menjenguk seribu orang sakit”.
وقال
عمر بن الخطاب رضي الله عنه: أن الرجل ليخرج من منزله وعليه من الذنوب مثل جبل
تِهامةَ، فإذا سمع العالم خاف واسترجع عن ذنوبه انصرف إلى منزله وليس عليه ذنب،
فلا تفارقوا مجالس العلماء فإن الله تعالى
لم يخلق على وجه الأرض تربة أكرم من مجالس العلماء.
Umar
Ibn Al Khattab ra. telah berkata: “Bahwa seorang laki-laki tentunya akan
keluar dari rumahnya, sementara dia mempunyai banyak dosa yang menyamai
besarnya gunung Tihamah. Ketika ia mendengar orang alim, maka ia merasa takut
dan ia kemudian bertaubat dari perbuatan dosanya, kemudian ia kembali
kerumahnya dalam keadaan besih dari dosa, oleh karena itu janganlah kalian
berpisah dari tempat–tempat para ulama’, karena sesungguhnya Allah tidak
menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia dibandingkan
dengan tempat yang digunakan diskusi para alim ulama.”
ونقل
الشارمساحي المالكي فى أول كتابه نظم الدُّرَر عن النبي صلى الله عليه وسلم: (
مَنْ عَظَّمَ الْعَالِمَ فَإِنَّمَا يُعَظِّمُ اللهَ تَعَالىَ. وَمَنْ تَهَاوَنَ
بِالْعَالِمِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ اسْتِخْفَافٌ بِاللهِ تَعَالىَ وَرَسُوْلِهِ ) [20]
Imam
Al Syarmasahy Al Maliki mencuplik sebuah hadits dalam pengantar kitabnya “Nazdm
Al Dlurar”: ”Diriwayatkan dari nabi, beliau bersabda: “Barang siapa yang
mengagungkan orang alim, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah dan
barang siapa yang telah meremehkan orang alim, maka berarti ia telah meremehkan
Allah dan RasulNya.”
وقال علي كرم الله وجهه: كفى بالعلم شرفا أن يدعيه من
لا يحسنه، وكفى بالجهل ذما أن يتبرّأ مَن هم فيه.
Sahabat
Ali k.w r.a telah berkata: “Cukuplah dengan ilmu kemuliaan dapat diperoleh,
walaupun yang mengakui seseorang yang tidak pernah melaksanaknnya. Dan cukuplah
dengan kebodohan kehinaan itu diperoleh, walaupun seseorang berusaha
membebaskan diri dari kebodohan itu”.
وأنشد فى معناه:
Kemudian
beliau menyanyikan sebuah lagu:
كفى شرفا بالعلم دعواه جاهل ÷ ويفرح أن أمسى إلى
العلم ينسب
Cukuplah
kemuliaan diperoleh dengan ilmuwalaupun yang mengakui (hanyalah) orang bodoh
#
Dan
ia akan gembira jika suatu saat di nisbatkan paada ilmu.
ويكفى
خمولا بالجهالة أنّني ÷
أراع
متى انسب إليه
وأغضب
Dan
cukuplah kehinaan diperoleh dengan kebodohan, tetapi aku
#
Dijaga
bila aku dinisbatkan kepadanya. Dan aku akan marah
وقال ابن الزبير: أن أبا بكر كتب إليّ وأنا بالعراق: يا
بنيّ عليك بالعلم، فإنك إذا افتقرتَ كان مالاً، وإذا استغنيتَ كان جمالاً.
Ibnu
Al Zubair pernah berkata: “Bahwasanya Abu Bakar pernah mengirimkan surat
kepadaku, ketika itu aku sedang berada di Iraq. Isi dari surat tersebut adalah
sebagai berikut: “Wahai anakku bergegang teguhlah pada ilmu pengetahuan, karena
ketika engkau menjadi orang miskin maka ilmu itu akan menjadi harta, dan ketika
engkau menjadi orang kaya, maka ilmu itu akan menjadi perhiasan”.
وقال وهب ابن مُنَبِّه: يتشعَّب العلم الشرف وإن كان
صاحبه دنيئا، والعز وإن كان مهانا، والقرب وإن كان قصيًّا، والغنى وإن كان فقيرا،
والمهابة وإن كان وضيعا.
Wahab
bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
1. Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan. 2.
Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan. 3. Dekat (di hati ummat), walaupun
ia berada di daerah jauh. 4. Kekayaan, walaupun ia miskin harta. 5. Kewibawaan,
walaupun ia orang yang rendah diri.”
وأنشد فى معناه:
Kemudian
ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
العلم
بلّغ قوما ذروة
الشرف ÷ وصاحب العلم محفوظ من التلف
Ilmu
itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kemulyaan # Orang yang mempunyai
lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
يا صاحب العلم مهلا
لا تدنسه ÷ بالموبقات
فما للعلم من خلف
Hai
orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau mengotorinya # Dengan
perbuatan-perbuatan yang merusak, karena tidak ada pengganti terhadap sebuah
ilmu.
العلم
يرفع بـيتا لا عماد
له ÷ والجهل يهدم بيت العز والشرف
Ilmu
itu mengangkat sebuah rumah yang tak bertiang # Bodoh itu merobohkan sebuah
rumah keluhuran dan kemulyaan.
وقال أبو مسلم الخولاني رضي الله عنه: العلماء فى الأرض
مثل النجوم فى السماء إذا بدَتْ للناس اهتدوا بها، وإذا خفيت عنهم تحيروا.
Abu
Muslim Al Khaulani ra. berkata: “Para ulama’ dibumi itu seperti
bintang-gemintang yang bergelantungan di atas langit. Jika bintang-gemintang
itu tampak bagi manusia, maka mereka mendapatkan petunjuk karenanya. Tetapi
jika bintang-gemintang itu tampak suram, maka mereka kebingungan karenanya.”
وأنشد فى معناه:
Kemudian
ia menyaikan sebuah syair lagu dalam memaknainya:
مع العلم فاسلك حيثما سلك العلم ÷
وعنه
فكاشِفْ كل من عنده فَهْم
Tempuhlah
ilmu di manapun ilmu itu berada # Dari ilmu, bukalah setiap orang yang
mempunyai pemahaman terhadap ilmu
ففيه
جلاء للقلوب من
العمى ÷ وعون على الدين الذي أمره حتم
Ilmu
berguna untuk menerangi hati dari kebutaan # Dan menolong agama, di mana
perintah menolong adalah kewajiban.
فخالط رواة العلم واصحب خيارهم ÷ فصحبتهم زَيْن
وخلطتهم غنم
Pergaulilah
para periwayat ilmu, dan temanilah para pilihan mereka # Maka, persahabatan
dengan mereka adalah sebuah hiasan, dan bercampur dengan mereka adalah sebuah
keberuntungan.
ولا تعدون
عيناك عنهم فإنهم ÷
نجوم هدًى إن غاب نَجْم بدا نجم
Janganlah
engkau palingkan kedua pandanganmu dari mereka, sesungguhnya mereka # Ibarat
bintang-gemintang yang menjadi petunjuk, bila satu bintang hilang, maka muncul
bintang yang lain.
فوالله لولا العلم ما اتضح
الهدى ÷ ولا لاح من غيب الأمور لنا رسم
Demi
Allah, seandainya ilmu tidak ada, niscaya hidayah tak akan tampak # Dan tak
tampak pula tanda-tanda perkara yang ghaib
وقال كعب الأحبار رضي الله عنه: لو أن ثواب مجلس
العلماء بدا للناس لاقتتلوا عليه حتى يترك ذى أمارة إمارته وكل ذى سوق سوقه.
Ka’ab
Al Akhbar berkata: “Seandainya pahala majelis Ulama (tempat diskusi dengan
ulama) tampak pada manusia, niscaya mereka akan saling membunuh berebut pahala,
sehingga para pemimpin meninggalkan pemerintahannya dan para Bos pasar akan
meninggalkan pasarnya.”
وقال بعض السلف: خير المواهب العقل، وشر المصائب الجهل.
Sebagian
ulama’ salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian adalah akal, sedangkan
sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.”
وقال بعضهم: العلم أمان من كيد الشيطان، وحرز من كيد
الحسود، ودليل العقل.
Sebagian
ulama’ salaf yang lain juga berkata: “Ilmu itu sebagai pengaman dari tipu
daya setan, juga sebagai benteng dari tipu daya orang yang dengki dan sebagai
petunjuk akal”.
وأنشد فى معناه:
Kemudian
ia menyanyikan sebuah syair lagu tentang maknanya:
ما أحسن العقل والمحمود من عقلا ÷ وأقبح الجهل
والمذموم من جهلا
Alangkah
bagusnya akal dan alangkah terpujinya orang yang berakal# Alangkah jeleknya
kebodohan dan alangkah tercelanya orang bodoh.
فليس يصلح نطق
المرء فى جدل ÷ والجهل يفسده
يوما إذا سئلا
Tak
ada ucapan seseorang yang pantas dalam suatu perdebatan # Kebodohan itulah yang
akan merusaknya pada hari nanti ketika ia ditanya.
والعلم
أشرف شيء ناله
رجل ÷ من لم يكن فيه علم لم يكن رجلا
Ilmu
adalah sesuatu yang paling mulia yang diperoleh seseorang # Orang yang tidak
berilmu, maka ia bukanlah orang yang hebat
.
تعلم
العلم واعمل يا أخي
به ÷ فالعلم زين
لمن بالعلم قد عملا
Wahai
saudara kecilku ! Pelajarilah ilmu dan amalkanlah # Ilmu itu merupakan sebuah
perhiasan bagi orang yang benar-benar telah mengamalkannya.
وعن معاذ بن جبل رضي الله عنه: تعلموا العلم فإن تعلمه
حسنة، وطلبه عبادة، ومذاكرته تسبيح، والبحث عنه جهاد، وبذله قربة، وتعليمه لمن لا
يعلمه صدقة.
Diriwayatkan
dari Muadz Bin Jabal ra. ia berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan, karena
mempelajarinya adalah suatu kebajikan, mencarinya adalah suatu ibadah,
mendiskusikannya adalah tasbih, membahasnya adalah jihad, menyerahkannya adalah
upaya pendekatan diri kepada Allah SWT dan mengajarkannya kepada orang yang
tidak berilmu adalah shadaqah.”
وقال الفضيل بن عياض رضي الله عنه: عالم معلم يدعى
كبيرا فى ملكوت السماء.
Fuzdail
bin ‘Iyadl ra. telah berkata: “Orang yang alim yang mengajarkan ilmunya
kepada orang lain, maka ia akan disebut-sebut dikerajaan langit sebagai orang
besar”.
وقال سفيان بن عيينة رضي الله عنه: أرفع الناس عند الله
منزلة مَن كان بين الله وبين عباده وهم الأنبياء والعلماء.
Sufyan
bin ‘Uyainah telah berkata: “Kedudukan manusia yang paling tinggi disisi
Allah ta’ala adalah orang yang berada di antara Allah dan di antara
hamba-hambaNya. Mereka itulah para nabi dan para ulama.”
وقال ايضا: لم يعطَ أحد فى الدنيا شيئا أفضل من النبوة، وما بعد النبوة شيء أفضل
من العلم والفقه. فقيل له: عمن هذا؟، قال: عن الفقهاء كلهم.
Ia
juga mengatakan: “Di dunia ini seseorang tidak akan diberi sesuatu yang
lebih utama dari pada derajat kenabian dan tidak ada sesuatupun setelah derajat
kenabian yang lebih utama dari pada ilmu pengetahuan dan ilmu fiqh”.
Kemudian ia ditanya: “Dari siapa perkataan ini?”. Ia menjawab: “Dari
seluruh para ahli fiqh”.
وقال إمامنا الشافعي رضي الله عنه: إن لم يكن الفقهاء
العاملون بعلمهم أولياء الله فليس لله ولي.
Imam
Syafi’i ra. telah berkata: “Seandainya para ahli fiqh yang selalu
mengamalkan ilmunya bukan sebagai kekasih Allah, niscaya Allah tidak akan
mempunyai seorang wali”.
وقال ابن المبارك رضي الله عنه: لا يزال الرجل عالما ما
طلب العلم، فإذا ظن أنه قد علم فقد جهل.
Ibnu
al-Mubarak ra. berkata: “Seseorang itu masih dianggap pandai selama ia
mencari ilmu. Apabila ada seseorang menganggap bahwa dirinya pandai, maka ia
benar-benar telah bodoh”.
وقال وكيع: لا يكون الرجل عالما حتى يسمع ممن هو أسن
منه، وممن هو مثله،
وممن هو دونه.
Imam
Waqi’ berkata: “Seorang laki-laki tidak akan dikatakan orang alim, sampai ia
mau mendengarkan orang yang lebih tua, mau mendengar orang yang sebanding
dengannya, dan mau mendengar orang yang lebih muda darinya.”
وقال سفيان الثوري رضي الله عنه: العجائب عامة وفى آخر
الزمان أعم، والنوائب طامة[21] وفى أمر الدين أطم، والمصائب عظيمة وموت العلماء أعظم،
وإن العالم حياته رحمة للأمة وموته فى الإسلام ثلمة. [22]
Sufyan
Al Tsauri berkata : “Keajaiban-keajaiban itu merata ada dimana-mana. Pada
akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi, bencana yang menimpa
manusia banyak. Sedangkan musibah masalah keagamaan sekarang ini lebih banyak
lagi. Bencana-bencana itu merupakan peristiwa yang besar, namun kematian para ‘ulama
merupakan peristiwa yang lebih besar. Sesungguhnya hidupnya orang alim itu
adalah rahmat bagi umat, sedangkan kematiannya (bagi agama Islam) adalah suatu kecacatan/musibah”.
وفى الصحيحين عن عبد الله عمرو بن
العاص رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ( إِنَّ اللهَ
لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَاسِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ
الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتىَّ إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمٌ اتَّخَذَ
النَّاسُ رُؤَسَاءَ جُهَّالاً، فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ،
فَضَلُّوْا وَأَضَلُّوْا )[23]
Dalam
kitab Shahih Bukhari dan Muslim ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari
Abdullah Ibn Amr Ibn al ‘Ash ra. ia berkata: “Aku mendengar dari Rasulullah
SAW, beliau besabda: “Sesungguhnya Allah ta’ala tidak mengambil ilmu dengan
cara mencabut ilmu tersebut dari manusia, akan tetapi Allah ta’ala mencabut
ilmu dari muka bumi ini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang para
ulama’, sehingga jika seorang alim sudah tak tersisa, masyarakat mengangkat
para pemimpin yang bodoh. Maka ditanyalah pemimpin-pemimpin itu (tentang
masalah keagamaan), kemudian mereka memberikan fatwa tanpa berlandaskan ilmu
pengetahuan, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”.
فصل
FASAL
جميع ما ذُكِرَ مِن فضل العلم وأهله
إنما هو فى حق العلماء العاملين بعلمهم الأبرار المتقين الذين قصدوا به وجه الله
الكريم والزلفى لديه بجنات النعيم، لا مَن قصد به أعراضًا دنيوية من جاه أو مال أو
مكاثرة فى الأتباع والتلاميذ.
Semua
hal yang telah disebutkan diatas; yakni keutamaan ilmu dan orang yang memiliki
ilmu, hanyalah hak ulama yang mengamalkan ilmunya, berkepribadian baik dan
bertakwa yang bertujuan untuk memperoleh keridhaan Allah ta’ala, dekat
dihadapan-Nya dengan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan. Bukanlah
orang yang ilmunya dimaksudkan untuk tujuan-tujuan duniawi, yakni jabatan,
harta benda atau berlomba-lomba memperbanyak pengikut.
فقد رُوِيَ عن النبي صلى الله عليه
وسلم: ( مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِى بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ يُمَارِى بِهِ الْفُقَهَاءَ
أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ أَدْخَلَهُ اللهُ فِى النَّارِ) رواه الترمذي.[24]
“Barang
siapa mencari ilmu untuk menjatuhkan para ulama’, atau berdebat dengan para
ahli fiqh atau bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam api neraka” (H.R. At-Turmudzi).
وعنه صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهَ اللهِ تَعَالىَ، لاَ
يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرَفَ
الْجَنَّةِ ) [25]
“Barang
siapa mempelajari ilmu yang seharusnya dicari hanya karena Dzat Allah, tetapi ia
tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh tujuan-tujuan duniawi, maka ia
tidak akan mendapatkan bau surgawi sama sekali”.
وعنه صلى الله عليه وسلم: ( مَنْ
تَعَلَّمَ عِلْمًا لِغَيْرِ وَجْهِ اللهِ أَوْ أَرَادَ بِهِ غَيْرَ وَجْهِ اللهِ
تَعَالىَ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ) [26]
“Barang
siapa yang mecari ilmu karena selain Allah, maka tempatilah tempat kembalinya
(yang disediakan) dari api neraka.”
وعنه صلى الله عليه وسلم: ( يُؤْتَى
بِالْعَالِمِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِى النَّارِ فَتَنْدَلِقُ
أَقْتَابُهُ فَيَدُوْرُ بِهَا كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى، فَيَظِيْفُ
أَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ: مَا لَكَ؟، فَيَقُوْلُ: كُنْتُ آمِرًا
بِالْخَيْرِ وَلاَ آتَيْتُهُ وَأَنْهَى عَنِ الشَّرِّ وآتَيْتُهُ ) [27]
“Pada
hari kiamat nanti akan didatangkan seorang alim, kemudian ia dilemparkan
kedalam api neraka sehingga ususnya terburai keluar dari perutnya, kemudian ia
berputar-putar didalam neraka laksana keledei yang berputar sambil membawa alat
penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: “Apa
yang menyebabkanmu seperti ini?. Ia menjawab: “Aku memerintahkan orang lain
agar melakukan kebaikan, tetapi aku sendiri tidak melakukannya dan aku melarang
orang lain agar tidak melakukan perbuatan yang buruk, sementara aku sendiri
melakukannya”.
وعن بشر رضي الله عنه: أوحى الله تعالى
إلى أبي داود عليه السلام: لا تجعل بيني وبينك عالما مفتونا فيبْعِدك تكبّرُه عن
محبتي، أولئك قطاع الطريق على عبادي.
Diriwayatkan
dari Bisyr ra.: “Allah memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as.:”Janganlah
engkau jadikan antara aku dan engkau ada seorang yang alim yang terfitnah,
sehingga sifat takkaburnya (sombong) menjauhkan dirimu untuk mencintai aku.
Mereka itu adalah orang yang pekerjaanya menghadang hamba-hambaku ditengah
jalan”.
وقال سفيان الثوري رضي الله عنه: إنما
يتعلم العلم ليتقى به الله، وإنما فضل على غيره لأنه يتقى به الله تعالى. فإن
اختلّ هذا القصد وفسدت نية طالبه بأن يستشعر به التوصل إلى مُنال دنيوي من مال أو
جاه فقد بطل أجره وحبط عمله وخسر خسرانًا مبينًا.
Sufyan
Al Tsauri ra. berkata: “Ilmu itu dipelajari hanyalah untuk bertaqwa. Kelebihan
ilmu atas ilmu yang lain hanya karena ilmu digunakan bertaqwa kepada Allah ta’ala.
Jika tujuan ini tidak ada dan niat orang yang mencari ilmu menjadi rusak, dengan
pengertian bahwa ilmu itu digunakan untuk mencapai perolehan hal-hal duniawi;
berupa harta atau jabatan, maka pahala orang yang mencari ilmu itu benar-benar
telah terhapus (batal) dan ia benar-benar telah rugi.”
وقال الفضيل بن عياض رضي الله عنه:
بلغني أن الفسقة من العلماء ومن حملة القرآن يبدأ بهم يوم القيامة قبل عبدة
الأوثان.
Al
Fudlail bin ‘Iyadl telah berkata: “Para ulama’ yang fasiq dan orang–orang
yang hafal Al-Qur’an (yang fasiq) telah mendatangiku dan nanti pada hari kiamat
mereka akan disiksa terlebih dahulu sebelum disiksanya orang yang menyembah
berhala”.
وقال الحسن البصري رضي الله عنه:
عقوبة العلم موت القلب. فقيل له: ما موت القلب؟، قال: طلب الدنيا بعمل الآخرة.
Al
Hasan al Basri telah berkata: “Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati yang
mati, kemudian ia ditanya: “Apa yang dimaksud dengan hati yang mati?. Ia
menjawab: “Matinya hati adalah mencari harta dunia dengan menggunakan
perbuatan-perbuatan akhirat”.
[1]
رواه
البخاري
[ح ٧١] ومسلم
[ح
١٠٣٧]،
عن معاوية
[2]
والحديث
ضعفه جمع، رواه ابن النجار فى تاريخه عن أنس. وقال ابن حجر: له طرق وشواهد يعرف
بها أن للحديث أصلا اهـ. قال المناوي: فقد أخرجه أبو نعيم والديلمي والحافظ عبد
الغني وغيرهم باللفظ المذكور، بعضهم من حديث أنس وبعضهم من حديث البراء.
[انظر فيض القدير
ح ٥٧٠٥، ص ٤٨٩ ج ٤]
وصححه
ابن حبان والحاكم وغيرهما وحسنه حمزة الكتاني، وضعفه غيرهم لاضطراب سنده، لكن له
شواهد، ولذا قال الحافظ له طرق يعرف بها أن للحديث أصلا
[كشف الخفاء ح ١٧٤٥،
ص ٦٤، ج ٢]
ورواه
أبو داود [ح
٣٦٤١]،
والترمذي [ح
٢٨٢٣]،
وابن ماجه
[ح ٢٢٣]،
عن أبي الدرادء، بلفظ: إن العلماء ورثة الأنبياء.
[3]
رواه
الترمذي
[ح ٢٨٢٦]،
عن أبي أمامة الباهلي، وقال: هذا حديث حسن غريب صحيح.
قال
الصدر المناوى: وفيه الوليد بن جميل لينه أبو زرعة [فيض القدير ح ٥٨٥٩، ص ٤٥٨ ج ٤]
انظر
أدب الدنيا والدين للماوردي ص ٤١ اهـ
[4]
رواه
أبو داود [ح
٣٦٤١]،
والترمذي
[ح ٢٨٢٣]،
وابن ماجه
[ح ٢٢٣]،
عن أبي الدرادء.
ورواه
مسلم
[ح ٢٦٩٩] والترمذي [ح٢٧٨٤ و٤٠١٥]، وابن
ماجه [ح
٢٢٥] عن
أبي هريرة بمعناه.
[5]
رواه
ابن عبد البر النهري فى كتاب العلم عن أنس بن مالك ثم قال: روي من وجوه كثيرة كلها
معلولة لا حجة فى شيء منها [انظر
فيض القدير ح ٥٢٦٦، ص ٣٤٢-٣٤٣، ج ٤]
ورواه
البيهقي فى الشعب [ح
١٦٦٤]
وابن عبد البر عن أنس بلفظ: طلب العلم فريضة على كل مسلم، والله يحب إعاثة
اللهفان.
قال
البيهقي: متنه مشهور وإسناده ضعيف وقد روي من أوجه كثيرة كلها ضعيفة، وسبقه الإمام
أحمد فيما حكاه ابن ا لجوزي فى العلل فقال: لا يثبت عندنا فى هذا الباب شيء، وقال
ابن راهويه: لم يصح فيه شيء أما معناه فصحيح، وفى الميزان: هذا الخبر باطل.
[انظر فيض القدير ح
٥٢٦٧ ، ص -٣٤٣، ج ٤]
(ومسلمة)
هكذا فى النسخة، و ذكره السوطي فى الجامع الصغير والمناوي بدونها (الحوت)
فى الجامع: الحيتان أي السمك.
[6]
لم
أقف عليه
ورواه
الطبراني فى الكبير
[ح ٧٢٤٢] عن
عسّال المرادي، بلفظ: من غدا فى طلب العلم وضعت له الملائكة أجنحتها.
[7]
رواه
الطبراني فى الكبير [ح
٧٣٤٦] عن
أبي أمامة
(كأجر حج تام)
فى المعجم: كأجر حج تام حجته
[8]
رواه
الطبراني فى الكبير
[ح ٧٧٩٤] عن
أبى أمامة بدون قوله كهذه وهذه.
قال
المناوي: رواه الطبراني وكذا الديلمي عن أبى الدرداء، رمز المصنف – أي السيوطي –
لحسنه وليس ذا منه بحسن، فقد أعله الهيثمي بأن فيه معاوية بن يحي الصدفي قال ابن
معين: هالك ليس بشيء [انظر
فيض القدير ح ٥٦٥٦، ص ٤٧٢ ج ٤]
[9]
رواه
الطبراني فى الصغير
[ح ٧٨٧] والأوسط [ح ٥٣٢٨] عن
أبى بكرة
قال
الهيثمي: ورجاله موثوقون، وتبعه السمهودي وهو غير مسلم، فقد قال الحافظ أبو زرعة
العراقى فى المجلس الثالث والأربعين بعد الخمسمائة من إملائه: هذا حديث فيه ضعف
ولم يخرجه أحد من أصحاب الكتب الستة، وعطاء بن مسلم وهو الخفاف مختلف فيه، وقال
أبو عبيد عن أبي داود إنه ضعيف، وقال غيره ليس بشيء. [انظر فيض القدير ح ١٢١٣، ص ٢٢ ج٢]
(ولا
تكن الخامس) والخامسة أن تبغض العلم وأهله، قاله عطاء بن مسلم راوى هذا الحديث
[10]
رواه
البيهقي فى الشعب [ح
١٧٤٢] عن
أبي بكر
ورواه
أيضا
[ح ١٦٦٨] عن
أبي الأحوص محمد بن الهيثم عن
عبد الله.
[11]
لم أقف عليه
ورواه
البيهقي فى الشعب
[ح ٥٢٩]، والترمذي [٣٥٧٧] عن
أنس بن مالك بلفظ: إذا مررتم الخ
قال
الترمذي: هذا حديث حسن غريب.
(رياض
الجنة) جمع روضة وهي الموضع المعجب بالزهر، والمراد برياض الجنة ذِكر الله، وفى
رواية ضعيفة للطبراني هي مجالس العلم، (فارتعوا) ورتع كمنع: أكل، وشرب ما
شاءَ في خِصْبٍ وسَعَةٍ، أو هو الأكْلُ والشُّرْبُ رغداً في الرِّيفِ أو بِشَرَهٍ،
وشبَّه الخوض فيه بالرَّتع في الخِصْب
[12]
لم
أقف عليه
وروى
الدارمي
[ح ٣٧٤] من قول
ابن مسعود: تعلموا تعلموا فإذا علمتم فاعملوا.
[13]
لم
أقف عليه
[14]
رواه
ابن عبد البر عن أبي داود رفعه بلفظ: يوزن
يوم القيامة مداد العلماء بدم الشهداء فيرجح مداد العلماء على دم الشهداء، وللخطيب
في تاريخه عن ابن عمر مرفوعا: وزن
حبر العلماء بدم الشهداء فرجح عليهم، وفي سنده محمد بن جعفر متهم بالوضع ، ومن ثم
قال الخطيب موضوع.
[كشف
الخفاء ح ٢٢٧٦، ص ٢٠٠ ج ٢]
ورواه
الشيرازي فى كتاب الألقاب عن أنس بن مالك، والموهبي فى فضل العلم عن عمران بن
حصين، وابن عبد البر فى كتاب العلم عن أبى الدرداء، وابن الجوزي فى العلل عن
النعمان بن بشير، قال العراقي: سنده ضعيف، وقال ابن الجوزى: حديث لا يصح، وهارون
بن عنتر أحد رجاله قال ابن حبان لا يجوز الاحتجاج يروي المناكير ويعقوب القمي
ضعيف، وقال الذهبي فى الميزان: متنه
موضوع. [انظر
فيض القدير ح ١٠٠٢٦، ص ٥٧٤، ج ٦]
[15]
رواه
البيهقي فى الشعب وضعفه
[ح ١٧١٢] عن
أبي هريرة، وبقية الحديث: ولكل دين عماد الدين الفقه.
وفيه
يزيد بن عياض، قال النسائي: متروك، وقال ابن معين: لا يكتب حديثه، وقال الشيخان:
منكر الحديث، وقال مالك: هو أكذب من ابن سمعان [فيض القدير ح ٤٧٩٠، ص ٥٥١-٥٥٢، ج ٥]
ورواه البيهقي ايضا بسند ضعيف [ح ١٧١١] عن
ابن عمر أول الحديث فقط
ولذا
جزم جمع بضعف الحديث منهم الحافظ العراقي [فيض القدير ح ٤٧٩٠، ص ٥٥١-٥٥٢، ج ٥] والعجلوني [كشف الخفاء: ح ٢٢٢٢،
ص ١٨٩، ج ٢]
[16]
رواه
ابن ماجه
[ح ٤٣١٣] عن
عثمان بن عفان.
الحديث
حسنه السيوطي فى الجامع الصغير
[ح ١٠٠١١] وأقره
المناوي
[فيض القدير ص ٥٧٦، ج ٦]
[17]
لم
أقف عليه
[18]
لم
أقف عليه
قال
العجولي: قال في الأصل وما وقع في الهداية للحنفية بلفظ من صلى خلف عالم تقي فكأنما
صلى خلف نبي. فلم
أقف عليه بهذا اللفظ
[كشف الخفاء ح ١٨٦٥، ص ٩٣، ج ٢]
[19]
ذكره
-أي الغزالي- فى الإحياء عن أبي ذر، قال العراقي: ذكره
ابن الجوزي في الموضوعات [ص
٢٢٣] من حديث عمر ولم أجده من طريق أبي ذر [كشف الخفاء ح ١١٥٠، ص
٣٦٢، ج ١]
(مجلس
ذكر) فى كشف الخفاء: مجلس عالم
[20]
لم
أقف عليه
[21] وفى
المختار: وكل شيء كثر حتى علا وغلب فقد طم. وفى المصباح: وطم الأمر طما علا وغلب،
ومنه قيل للقيامة طامة.
[22] وفى
المختار: الثلمة الخلل فى الحائط وغيره.
[23]
رواه
البخاري
[ح ١٠٠ و ٧٣٠٣] ومسلم
[ح ٢٦٧٣]، عن
عبد الله بن عمرو بن العاص
[24]
رواه
الترمذي
[ح ٢٧٩٢]،
عن مالك.
قال
المناوي: رمز المصنف – أي السيوطي- لحسنه، وقال- أي الترمذي-: غريب وفيه يحي بن
طلحة، قال الذهبي فى الكبائر: واه، وقال غيره: متكلم فيه من قبل حفظه، وقال فى
اللسان: عن جمع من الصحب كلها لينة الاسانيد قال: وقال العلائي: هذه الأحاديث
بواطيل، وقال فى المهذب عن
الدراقطني: إسحاق متروك.[فيض
القدير ح ٨٨٤٠، ص ٢١٦-٢١٧، ج ٦]
[25] رواه
أبو داود
[ح ٣٦٦٤]،
وابن ماجه [ح
٢٥٢]،
عن أبي هريرة.
قال
النووي فى آداب حملة القرآن: روه أبو داود بإسناد صحيح
(عرف
الحنة)
يعني ريحها.
[26]
رواه
الترمذي
[ح ٢٧٩٣] وابن
ماجه
[ح ٢٥٨] ،
عن ابن عمر.
قال
المنذري: رواه الترمذي وابن ماجه كلاهما عن خالد بن دريك عن ابن عمر ولم يسمع منه
ورجال إسنادهما ثقات
[الترغيب والترهيب ح ١٨٢، ص ٤٥، وفيض
القدير ح ٨٦٠١، ص ١٣٣ ج ٦]
[27]
رواه
البخاري
[ح ٣٢٦٧]،
ومسلم [ح
٢٩٨٩]،
عن اسامة بن زيد.
(فتندلق أقْتاب بَطْنه) الانْدلاق: خُروج الشَّيء من
مكانه، يُرِيد خُروج أمْعَائه من جَوْفه (فيظيف) بالظاء كذا فى الأصل، لعل
الصواب فيطيف بالطاء المهملة، والطيف الغضب والجنون، والخَيالُ الطائِفُ في
المَنامِ، أو مَجيئهُ في المَنامِ
Tidak ada komentar