Terjemah الضوابط الشرعية للعمل والعمال في النظام الاقتصادي الإسلامي
Terjemah
الضوابط الشرعية للعمل والعمال في النظام الاقتصادي الإسلامي دكتور حسين حسين شحاتة
الأستاذ بجامعة الأزهر.
خبير استشاري في المعاملات المالية الشرعية
Kitab
Dhawabith asy-Syar'iyyah li al-'Amal wa al-'Ammaal fi an-Nidzam al-Iqtishadi al-Islamiy
(Kontrol/Kendali Syariah bagi buruh dan pekerja
Dalam sistem Ekonomi Islam)
Pedoman
Oleh Dr Hussein Hussein Syahatah
Profesor di Universitas Al-Azhar
Konsultan dalam Transaksi Keuangan Syariah
Kontrol syariah bagi buruh dan pekerja Dalam sistem ekonomi Islam. Sungguh Allah menganjurkan untuk bekerja, mengangkat status nya ke derajat ibadah dan kewajiban.
Download Kitab Asli : الضوابط الشرعية للعمل والعمال في النظام الاقتصادي الإسلامي.doc
Penelitian ini berkaitan dengan usur tenaga kerja dan komponen tenaga kerja dari sistem ekonomi Islam, dengan fokus pada konsep kerja, kontrol hukumnya, tugas dan tanggung jawab pekerja dan dasar untuk menghitung upah, mengingat ketentuan dan prinsip-prinsip hukum Islam.
Konsep kerja dalam ekonomi Islam: Salah satu Dari tugas yang diperintahkan oleh Allah atas manusia atau majikan (investor ), seorang pejabat atau menteri adalah pekerjaan merawat bumi dan menjadi hamba Allah swt.
Allah berfirman : “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)". ( (Q.S Huud: 61).
Allah berfirman juga : "Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". (Q.S Al-Mulk: 15).
Rasulullah saw bersabda: "Mencari Rizki yang halal adalah salah satu kewajiban setelah kewajiban" (HR. Al-Tabarani dari Ibnu Abbas ), Beliau bersabda juga : "Tangan diatas lebih baik dari tangan bawah " (H.R Bukhari).
Sungguh Allah memuliakan derajat pekerjaan ke tatanan ibadah dan menyamainya dengan iman dalam banyak ayat, Allah berfirman :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يوحى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً (الكهف :110)
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".” (Al-Kahfi : 11)
Rasulullah Saw bersabda :
لأن يأخذ أحدكم حبله ، ثم يأت الجبل فيأتي بحزمة من حطب على ظهره فيبيعها فيكف الله بها وجه ، خير له من أن يسأل الناس ، أعطوه أو منعوه
Rasul bersabda :
إنّ الله يحبّ المؤمن المحترف
Khusus pada pekerjaan Rasul bersabda :
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Rasul saw bersabda :
إن الله تعالى يحبكل مؤمن محترف ابا العيال ولا يحب الفارغ الصحيح لا فى عمل الدنيا ولا فى عمل الا خرة.
Para Ahli Fiqih menempatkan dua syarat untuk mengubah pekerjaan apapun menjadi :
- Bahwa pekerjaan adalah baik sesuai dengan apa yang diperintahkan/ditetapkan oleh Allah,
- Bahwa pekerjaan itu semata-mata ikhlas/murni karena Allah, iman tidak diterima tanpa bekerja, pekerjaan tidak diterima tanpa iman, dan sungguh nilai-nilai keimanan salah satu bagian terpenting dari pekerjaan yang Baik dan ikhlas, dan kondisi ini dapat dirangkum dalam Amanah dan Kemampuan.
Ketika pekerja dan majikan setuju dan percaya bahwa bekerja dalam Islam adalah kewajiban agama, suatu keharusan, kehormatan, nilai, martabat dan jihad dijalan Allah, maka itu adalah motivasi bagi mereka untuk bekerja dengan tulus dan tanpa pamrih untuk diri sendiri, bangsa dan umat Islam. Dengan itu, maka relasi antara keduanya akan baik dan berkah dan akan memicu kekuatan bagi pekerja, pemilik perusahaan dan mereka yang memberi layanan pekerjaan, ini adalah dasar dari pembangunan ekonomi yang efektif dalam Islam.
Hak-hak Pekerja dalam Ekonomi Islam :
Ketika seseorang pergi untuk bekerja dengan bermodalkan iman dan semangat maka Perusahaan harus harus memfasilitasi upah pekerjaan dan mencukupi hak-haknya…
Sungguh Hukum Islam telah memuat banyak aturan yang berhubungan dengan Hak-hak bagi Pekerja, kami menyebut misalnya:
Pertama : Perusahaan harus menempatkan pekerja di tempat kerja yang tepat sesuai dengan kemampuan dan energinya, dan tidak membebani dirinya.
Rasulullah bersabda :
خَيْرُ الْكَسْبِ كَسْبُ يَدِ الْعَامِلِ إِذَا نَصَحَ
“Kasab (bekerja) paling baik adalah kasab tangan pekerja (usaha sendiri) apabila ia bersih.” (HR. Ahmad).
Rasul saw juga bersabda :
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat”
Kedua : Upah pekerja menurut keadaan normal dalam usaha, bukan bekerja jika tanpa usaha, dan bukan usaha jika tanpa hasil, dan tidak wajib pekerja bekerja dengan terbebani seperti tidak boleh juga perusahaan mengurangi gaji pekerja yang jujur dan bekerja dengan baik, Ini menyebabkan korupsi/kerusakan, dan dalil dari itu adalah firman Allah :
“Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (Q. S Huud : 85)
…فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ…
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya,” (Q. S ath-Thalaq : 6)
Ketiga : Mempercepat pemberian gaji kepada pekerja sehingga ia dapat membeli kebutuhan hidupnya, karena keterlambatan dalam memberikan gaji kepada pekerja menghambat motivasi dan mengurangi kemauan dan insentif untuk bekerja.
Dan sebagian dari wasiat mulia Rasulullah saw :
"Berikanlah gajinya sebelum keringatnya mengering" ( HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi ).
Keempat: Menjamin atau memastikan pekerja mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan membantu dalam pekerjaan, dan ini adalah salah satu hak dari beberapa hak yang dijamin oleh Islam dalam mengambil keputusan-keputusan, yaitu musyawarah dalam Islam, dan musyawarah menentang otoriter, keangkuhan, penindasan dan pembodohan, dan pendapat yang baik adalah yang berdasarkan musyawarah.
Allah berfirman :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q. S asy-Syura : 38).
Dengan memastikan hak pekerja akan memotivasi mereka dan mendorong mereka untuk berkreativitas dan berinovasi, dan menjadikan puas dengan pekerjaannya dan memiliki kesetiaan karena disanalah tempat dia bekerja.
Kelima : Perusahaan harus memastikan/menjamin hak pekerja ketika mengalami kecelakaan kerja atau pengangguran dan krisis sesuai dengan sistem asuransi, pensiun dan sistem jaminan bersama.
Islam telah mengembangkan sistem unik yang belum dicapai oleh sistem global modern, yaitu sistem jaminan bersama. Sistem ini didasarkan pada : Zakat, shadaqah, wakaf kebaikan, dan ‘ariyah (pinjam-meminjam).
Keenam: Perusahaan menjamin fasilitas pekerja dengan perawatan, sosial dan kesehatan, untuk menghindari risiko kerja, dan hal ini termasuk dalam peraturan perundang-undangan dari Negara-negara dan sesuai dengan yang tujuan dari hukum Islam.
Nabi Muhammad saw memberikan isyarat tentang itu dalam sabdanya :
“Barang siapa kami angkat memangku suatu jabatan. Sedang ia belum memiliki suatu rumah kediaman, maka hendaklah ia mengambil rumah kediaman. Atau ia belum menikah, maka hendaklah ia berusaha untuk menikah. Atau ia belum memiliki seorang pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia mencari seorang pembantu rumah tangga. Atau ia belum memiliki sebuah kendaraan, maka hendalah ia memperoleh sebuah kendaraan, barang siapa yang mengambil sendiri lebih daripada itu, maka dia adalah penipu (koruptor)” (H.R. Abu Daud)
Ini adalah hak paling penting dari pekerja dalam Islam dan Perusahaan harus memberikannya komunitas Muslim untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, sebagai imbalannya, pekerja harus melakukan suatu tanggung jawab terhadap majikannya sebagaimana akan ditunjukkan dalam penjelasan berikut .
Tugas pekerja dalam ekonomi Islam :
Tidak ada hak tanpa kewajiban, tidak ada keuntungan tanpa usaha, Islam mengikat antara hak dan kewajiban dan antara keuntungan dan pengorbanan, bahwa Islam tidak menjelaskan pekerjaan, dan mewariskan sesorang untuk berpegang teguh pada al-Quran, berdiam dan berbaring di masjid tidak menghasilkan justru al-Qur’an memerintahkan sesorang untuk pergi dan mencari pekerjaan di bumi.
Dalil dari itu adalah Firman Allah SWT :
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q. S Al-Mulk : 15)
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Muzzammil dan Allah memudahkan dalam membaca Al-Qur'an dalam sholat
“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S al- Muzzammil : 20).
Allah memerintahkan manusia untuk menyebar di bumi setelah shalat, Allah berfirman :
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q. S al-Jumu’ah : 10).
Para ahli fikih dan ulama Muslim telah menemukan aturan syariah tentang permasalahan dari pekerja dan kewajibannya pada perusahaan tempat bekerjanya hingga ia menjadi pekerja yang produktif dalam membantu bangsa dan tidak menjadi beban/parasit bagi orang-orang dan para bangsa, termasuk yang berikut :
Pertama : Pekerja harus memiliki nilai-nilai keimanan, termasuk keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT dan Allah akan memperhitungkan pekerjaanya pada Hari Kiamat, Allah berfirman :
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S at-Taubah : 105)
Kedua : pekerja harus berakhlak yang baik, seperti : kejujuran, ketulusan, keikhlasan, penguasaan, kreatif, inovatif dan tanggungjawab, dan al-Qur'an memberi isyarat tentang ini di ucapan putri baginda nabi Su’aib AS ketika nabi Musa bekerja untuk ayahnya
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q. S al-Qasas : 26).
Didalam Surat Yusuf, Al-Quran menunjukkan kepada kita kualitas memimpin urusan rakyat, Allah SWT berfirman melalui lisan Baginda kita Nabi Yusuf :
“Dan raja berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". (Q. S Yusuf : 54).
Ketiga : Menyerahkan pekerjaan dan menghormati kinerjanya sesuai dengan aspek keilmuannya, Dan ketika baginda kita Yusuf AS mensucikan dirinya untuk bertanggung jawab atas kesedihannya
“Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (Q.S Yusuf : 55).
Allah SWT memerintahkan kita semua untuk memperbaiki pekerjaan kita,
Allah berfirman :
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا المِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِين
…فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ…
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya,” (Q. S ath-Thalaq : 6)
Ketiga : Mempercepat pemberian gaji kepada pekerja sehingga ia dapat membeli kebutuhan hidupnya, karena keterlambatan dalam memberikan gaji kepada pekerja menghambat motivasi dan mengurangi kemauan dan insentif untuk bekerja.
Dan sebagian dari wasiat mulia Rasulullah saw :
أعطوا الأجير قبل أن يجف عرقه
Keempat: Menjamin atau memastikan pekerja mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan membantu dalam pekerjaan, dan ini adalah salah satu hak dari beberapa hak yang dijamin oleh Islam dalam mengambil keputusan-keputusan, yaitu musyawarah dalam Islam, dan musyawarah menentang otoriter, keangkuhan, penindasan dan pembodohan, dan pendapat yang baik adalah yang berdasarkan musyawarah.
Allah berfirman :
(وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ (الشورى : 38
Dengan memastikan hak pekerja akan memotivasi mereka dan mendorong mereka untuk berkreativitas dan berinovasi, dan menjadikan puas dengan pekerjaannya dan memiliki kesetiaan karena disanalah tempat dia bekerja.
Kelima : Perusahaan harus memastikan/menjamin hak pekerja ketika mengalami kecelakaan kerja atau pengangguran dan krisis sesuai dengan sistem asuransi, pensiun dan sistem jaminan bersama.
Islam telah mengembangkan sistem unik yang belum dicapai oleh sistem global modern, yaitu sistem jaminan bersama. Sistem ini didasarkan pada : Zakat, shadaqah, wakaf kebaikan, dan ‘ariyah (pinjam-meminjam).
Keenam: Perusahaan menjamin fasilitas pekerja dengan perawatan, sosial dan kesehatan, untuk menghindari risiko kerja, dan hal ini termasuk dalam peraturan perundang-undangan dari Negara-negara dan sesuai dengan yang tujuan dari hukum Islam.
Nabi Muhammad saw memberikan isyarat tentang itu dalam sabdanya :
من ولي لنا عملاً وليس له منزل فليتخذ منزلاً ، أو ليست له زوجة فليتزوج ، أو ليس له خادم فليتخذ خادماً ، أوليست له دابة فليتخذ دابة ، ومن أصاب شيئاً سوى ذلك فهو غلول
Ini adalah hak paling penting dari pekerja dalam Islam dan Perusahaan harus memberikannya komunitas Muslim untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, sebagai imbalannya, pekerja harus melakukan suatu tanggung jawab terhadap majikannya sebagaimana akan ditunjukkan dalam penjelasan berikut .
Tugas pekerja dalam ekonomi Islam :
Tidak ada hak tanpa kewajiban, tidak ada keuntungan tanpa usaha, Islam mengikat antara hak dan kewajiban dan antara keuntungan dan pengorbanan, bahwa Islam tidak menjelaskan pekerjaan, dan mewariskan sesorang untuk berpegang teguh pada al-Quran, berdiam dan berbaring di masjid tidak menghasilkan justru al-Qur’an memerintahkan sesorang untuk pergi dan mencari pekerjaan di bumi.
Dalil dari itu adalah Firman Allah SWT :
(هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ (الملك :15
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Muzzammil dan Allah memudahkan dalam membaca Al-Qur'an dalam sholat
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْآنِ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً وَمَا تُقَدِّمُوا لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْراً وَأَعْظَمَ أَجْراً وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
(المزمل: 20)
Allah memerintahkan manusia untuk menyebar di bumi setelah shalat, Allah berfirman :
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Para ahli fikih dan ulama Muslim telah menemukan aturan syariah tentang permasalahan dari pekerja dan kewajibannya pada perusahaan tempat bekerjanya hingga ia menjadi pekerja yang produktif dalam membantu bangsa dan tidak menjadi beban/parasit bagi orang-orang dan para bangsa, termasuk yang berikut :
Pertama : Pekerja harus memiliki nilai-nilai keimanan, termasuk keyakinan bahwa bekerja adalah ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT dan Allah akan memperhitungkan pekerjaanya pada Hari Kiamat, Allah berfirman :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
(التوبة: 105).
Kedua : pekerja harus berakhlak yang baik, seperti : kejujuran, ketulusan, keikhlasan, penguasaan, kreatif, inovatif dan tanggungjawab, dan al-Qur'an memberi isyarat tentang ini di ucapan putri baginda nabi Su’aib AS ketika nabi Musa bekerja untuk ayahnya
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ القَوِيُّ الأَمِينُ
(القصص: 26)
Didalam Surat Yusuf, Al-Quran menunjukkan kepada kita kualitas memimpin urusan rakyat, Allah SWT berfirman melalui lisan Baginda kita Nabi Yusuf :
وَقَالَ المَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ اليَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
(يوسف: 54)
Ketiga : Menyerahkan pekerjaan dan menghormati kinerjanya sesuai dengan aspek keilmuannya, Dan ketika baginda kita Yusuf AS mensucikan dirinya untuk bertanggung jawab atas kesedihannya
إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
(يوسف: 55)
Allah SWT memerintahkan kita semua untuk memperbaiki pekerjaan kita,
Allah berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لاَ نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلاً
(الكهف:30)
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (Q.S Al- Kahf : 30)
Semua itu adalah kewajiban agama yaitu beribadah, dalam tingkatan ini, nabi bersabda :
إن الله كتب الإحسان على كل شئ ، فإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة .... الحديث
(رواه الترمذي).
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal tersebut. Jika kalian menyembelih perelokkanlah sembelihan kamu…. Al-Hadits” ( H.R Tirmidzi ).
Keempat : Pekerja tahu batas-batas pekerjaannya dan tahu bagaimana dia bekerja, dan memilih pekerjaan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan keilmuannya, dsb. Rasulullah SAW memperingatkan kita untuk tidak menugaskan pekerja untuk sebuah pekerjaan yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
Beliau juga menjelaskan untuk tidak memilih pekerja untuk bekerja atas dasar paras kecantikannya dan kekeluargaannya, tetapi atas dasar pengalaman dan kecakapannya, dan mempertimbangkan komitmen untuk tidak berkhianat.
Nabi saw bersabda :
إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat”.
Kelima , Para pekerja akan menanggung konsekuensi tergantung pada pekerjaanya sendiri, diperhitungkan ketika berdusta, pecundang untuk dirinya sendiri ketika lalai dan sembrono ... dan ketika itu pula para pekerja mencapai satu titik merasakan bahwa Allah mengontrol dan selalu mengikutinya, dan seketika itu akan lebih besar lagi perasaan kendali dari Allah kepadanya, dan dilevel ini membuatnya mengembangkan dan meningkatkan kinerjanya, dalilnya adalah firman Allah :
بَلِ الإِنسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ (القيامة :14)
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,” (Q.S al-Qiyamah : 14)
Keenam , bahwa para pekerja harus disiplin dan berkomitmen untuk mendengar, mentaati, dan menghormati aturan peraturan yang ditetapkan oleh pemilik perusahaan selama tidak bertentangan dengan yang syariat Allah, tidak boleh taat untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah, Dalilnya yaitu Sabda Nabi SAW :
على المرء المسلم السمع والطاعة فيما أحب وكره إلا أن يؤمر بمعصية، فإن أمر بمعصية فلا سمع ولا طاعة
Artinya : “Setiap orang muslim itu wajib untuk mendengar dan mentaati dalam perkara-perkara yang dia senangi atau pun yang dia benci. tetapi jika dia diperintahkan untuk mengerjakan perbuatan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan mentaati (amir tersebut).” ( H. R Bukhari ),
Pekerja tidak boleh menjadi pembohong, munafik, serakah, berkhianat atau bersekongkol dalam kejahatan, memakan uang orang lain dengan keji dan sesat atau menyuap/korupsi ... atau lainnya yang tidak seharusnya tidak ada pada karakter seorang pekerja Muslim yang baik. Dia akan diberi kesempatan oleh majikannya untuk dihuku baik dengan peringatan atau pemecatan.
Ketujuh : Pekerja harus tolong menolong sesama tim yang bekerja dengannya sehingga pekerjaannya menjadi mudah dan tanpa hambatan, dan ini termasuk dalam lingkup kerja sama dalam lebaikan dan juga dalam lingkup persaudaraan karena Allah, Allah berfirman :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ (المائدة: 2)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q. S al-Maidah : 2)
Dalam masalah ini, Rasul SAW juga bersabda :
المسلم أخو المسلم
“Muslim satu adalah saudara bagi muslim yang lainnya.”
Janganlah mendzaliminya, mencelanya, membohonginya dan menghinakannya. Taqwa disini adalah (nabi menunjuk pada dadanya tiga kali), mencontohkan dengan pria jahat merendahkan saudara Muslimnya.
كل المسلم على المسلم حرام، دمه وماله وعرضه" )رواه أبو داود عن أبي هريرة)
“Setiap muslim atas muslim lainya adalah haram, baik darahnya, uangnya dan kehormatannya”. (H.R Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Kedelapan : Seorang pekerja harus menjadi seorang yang bermanfaat bagi masyarakat dan negaranya, tidak boleh menjadi beban/parasit, Rasulullah bersabda :
على كل مسلم صدقة قيل: أرأيت إن لم يجد ؟ قال: يعمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق، قال قيل: أرأيت إن لم يستطع ؟، قال: يعين ذا الحاجة الملهوف، قال قيل : أرأيت إن لم يستطع ؟، قال: يأمر بالمعروف أو الخير"، قال: أرأيت إن لم يفعل ؟، قال: "يمسك عن الشر. فإنها صدقة" ( رواه البخاري ومسلم)
“Setiap muslim harus bersedekah.” Mereka bertanya: “Jika ia tidak punya?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjawab: ”Dia bekerja dengan kedua tangannya, maka ia memberikan manfaat untuk dirinya sendiri lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tidak mampu atau tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Ia menolong orang yang kesulitan.” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tetap tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Hendaklah ia memerintahkan berbuat al-khair atau al-ma’ruf (kebaikan).” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tetap tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Hendaklah ia menahan diri dari perbuatan jahat, hal itu sudah merupakan sedekah.” (HR Bukhary dan Muslim)
إذا قامت القيامة وفي يد أحدكم فسيلة فإن استطاع ألا تقوم حتى يغرسها فليغرسها فله بذلك أجر" (رواه أحمد)
“Jika qiamat telah datang, dan ketika itu kalian memiliki cangkokan tanaman,jika kalian sanggup menanam, tanamlah! Dan baginya adalah pahala ” (HR oleh Ahmad),
Dari hadist diatas dapat dipahami bahwa pekerja teruslah untuk bekerja selama dia mampu bekerja sampai ajal menjemput.
Kontrol syariah untuk pekerjaan dan pekerja dalam ekonomi Islam :
Syariah Islam telah memuat seperangkat peraturan syariah untuk pekerjaan dan pekerja, yang paling penting adalah sebagai berikut :
Pertama : berkeyakinan bahwa pekerjaan yang baik adalah kebutuhan menurut untuk ibadah, kebutuhan untuk hidup, dan merupakan tuntutan dari Allah SWT. Iman di sini merupakan syarat yang harus dipenuhi bukan hanya sebuah pilihan, tetapi keharusan. Dalilnya yaitu Firman Allah SWT :
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ (التوبة: 105).
“Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S at-Taubah : 105)
Rasulullah saw bersabda:
طلب الحلال فريضة بعد الفرائض" (رواه الطبراني عن ابن عباس)
" Mencari Rizki yang halal adalah salah satu kewajiban setelah kewajiban " ( HR. Al-Tabarani dari Ibnu Abbas ).
Kedua : termasuk tanggung jawab pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja bagi semua yang mampu bekerja, karena kemampuan untuk bekerja adalah komponen manusia yang tidak dapat dilumpuhkan atau terbuang, komponen ini tidak kalah penting dari pentingnya sumber daya alam dan harta, dan Allah menganjurkan manusia untuk bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari rizki,
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَماً كَثِيراً وَسَعَةً (النساء: 100)
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (Q. S an-Nisa : 100),
Dan itu dilakukan Rasulullah saw ketika pengangguran yang datang untuk mencari sedekah, menjual apa yang dia miliki, dan membelikannya alat kerja yang dibutuhkan.
عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ﴿ أَنَّ رَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ فَقَالَ أَمَا فِي بَيْتِكَ شَيْءٌ قَالَ بَلَى حِلْسٌ نَلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَعْبٌ نَشْرَبُ فِيهِ مِنَ الْمَاءِ قَالَ ائْتِنِي بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا فَأَخَذَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ مَنْ يَشْتَرِي هَذَيْنِ قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَالَ مَنْ يَزِيدُ عَلَى دِرْهَمٍ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا قَالَ رَجُلٌ أَنَا آخُذُهُمَا بِدِرْهَمَيْنِ فَأَعْطَاهُمَا إِيَّاهُ وَأَخَذَ الدِّرْهَمَيْنِ وَأَعْطَاهُمَا اْلأَنْصَارِيَّ وَقَالَ اشْتَرِ بِأَحَدِهِمَا طَعَامًا فَانْبِذْهُ إِلَى أَهْلِكَ وَاشْتَرِ بِالآخَرِ قَدُومًا فَأْتِنِي بِهِ فَأَتَاهُ بِهِ فَشَدَّ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُوْدًا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ لَهُ اذْهَبْ فَاحْتَطِبْ وَبِعْ وَلاَ أَرَيَنَّكَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَذَهَبَ الرَّجُلُ يَحْتَطِبُ وَيَبِيْعُ فَجَاءَ وَقَدْ أَصَابَ عَشْرَةَ دَرَاهِمَ فَاشْتَرَى بِبَعْضِهَا ثَوْبًا وَبِبَعْضِهَا طَعَامًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تَجِيءَ الْمَسْأَلَةُ نُكْتَةً فِي وَجْهِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَصْلُحُ إِلاَّ لِثَلاَثَةٍ لِذِي فَقْرٍ مُدْقِعٍ أَوْ لِذِي غُرْمٍ مُفْظِعٍ أَوْ لِذِي دَمٍ مُوجِعٍ
“Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar datang menemui Nabi shallahu ‘alaihi wasalam dan dia meminta sesuatu kepada Nabi shallahu ‘alaihi wasalam. Nabi pun bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk minum air.” Nabi shallahu ‘alaihi wasalam berkata,”Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi pun bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya lagi, ”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih?” Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi shallahu ‘alaihi wasalam memberikan dua barang itu kepadanya dan mengambil uang dua dirham itu serta memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut seraya bersabda,“Belilah makanan seharga satu dirham dengan uang itu, dan berikanlah kepada keluargamu. Dan sisanya belilah sebuah kapak dengan satu dirham, dan bawa kapak itu kepadaku!” Ia pun melakukan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah memasang gagang pada kapak tersebut dengan tangannya kemudian bersabda, “Pergilah dan carilah kayu bakar, lalu juallah. Jangan kembali kepadaku setelah lima belas hari.” Lelaki Anshar itu pun melaksanakan perintah nabi kemudian datang lagi dengan membawa sepuluh dirham. Sebagian hasilnya ia belikan baju dan sebagian lagi ia belikan makanan. Rasulullah bersabda kepadanya, “Usaha itu lebih baik bagimu daripada engkau datang dengan noda hitam di wajahmu pada hari Kiamat disebabkan meminta-minta. Meminta-minta hanya boleh bagi tiga macam orang (yaitu): orang yang sangat fakir, orang yang terkena denda yang sangat berat, atau orang yang dibebani diyat (tebusan) yang menyulitkan.” (H. R Bukhari)
ketiga: tidak boleh diam saja dalam bekerja padahal dia sanggup. Tidak ada gaji bagi orang yang tidak bekerja.
وَأَن لَّيْسَ لِلإِنسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى (النجم :39)
dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (Q. S an-Najm : 36).
Rasulullah SAW melarang untuk mengemis dan meminta-minta,
لأن يحتطب أحدكم على ظهره خيرُ له من أن يسأل أحد فيعطيه أو يمنعه" (رواه البخاري)
Sesungguhnya kayu bakar diatas punggung seseorang diantara kalian (yang dijualnya) itu lebih baik baginya daripada seseorang meminta-minta, mereka memberinya atau tidak memberinya. (HR Bukhari)
Umar bin Khattab berkata :
لا يقعد أحدكم عن طلب الرزق يقول اللهم ارزقني، فقد علمتم أن السماء لا تمطر ذهبا ولا فضة
“Janganlah salah seorang kalian duduk dan tidak berusaha mencari rizki, dengan derdoa : Ya Allah, berilah kami rizki, kalian telah mengetahui bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas atau hujan perak.”
Keempat : Perampasan upah oleh pekerja yang upahnya tidak adil atau penyelewengan.
firman Allah :
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا المِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي الأَرْضِ مُفْسِدِين
________________________________________
“Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (Q. S Huud : 85).
Rasul telah memperingatkan orang yang tidak memberikan gaji pekerja. Dalam hadits Qudsi :
ثلاثة أنا خصمهم يوم القيامة ، ومن كنت خصمه خصمته ، رجل أعطى بي ثم غدر ، ورجل باع حراً فأكل ثمنه ، ورجل استأجر أجيراً فاستوفى منه ولم يعطه أجره " (رواه مسلم وأحمد).
”Tiga golongan yang Aku adalah sengketa mereka dihari Qiamat; seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, dan seseorang yang menjual manusia merdeka dan memakan harganya, dan seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja kemudian ia selesaikan pekerjaan itu akan teteapi tidak membayar upahnya Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad ).
Kelima : Perlunya interaksi dan kerja sama harta dan bekerja untuk hasil yang baik, tidak boleh menimbun harta, dan tidak boleh menjadi pekerja yang cacat dari pekerjaannya karena ini menghambat kegiatan dan mengarah pada stres, dan Juga harus adil untuk mendistribusikan hasil dari proses produksi sehingga pendapatan pemilik perusahaan kembali modal, dan itu merupakan laba, dan upah pekerja tidak akan terhambat.
Keenam : area kerja harus halal dan baik, sehingga keuntungan yang dihasilkan darinya pun halal hingga pekerja puun menghasilkan uang dan pengeluaran yang halal, Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (البقرة :267)
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q. S Al-Baqarah : 267) .
Rasulullah saw bersabda:
طلب الحلال فريضة بعد الفرائض" (رواه الطبراني عن ابن عباس)
" Mencari Rizki yang halal adalah salah satu kewajiban setelah kewajiban " ( HR. Al-Tabarani dari Ibnu Abbas ).
Ketujuh : Pekerjaan tidak boleh menghambat atau menghalangi kewajiban syariat seperti sholat.
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q. S al-Jumu’ah : 10)
Kedelapan : ketidakbolehan memberi zakat kepada setiap pekerja menganggur, padahal mampu bekerja (malas).
لا تحل الزكاة لغني ، ولا قادر على الاكتساب" (متفق عليه)
“Tidak halal zakat bagi orang kaya dan bagi orang yang kuat untuk berusaha” (Muttafa Alaih).
tetapi jika upah yang didapatkan tidak dapat mencukupinya, maka diberikan zakat dari baitul maal sampai bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Jika dia tidak menemukan pekerjaan atau bekerja untuk kemiskinannya, dia dapat mengambil dari Zakat untuk dijadikan modal kerja jika dia miskin. Para ahli fikih telah mengembangkan seperangkat aturan syariah untuk menggunakan dana zakat dalam proyek-proyek produktif untuk mempekerjakan pekerja yang menganggur yaitu : berada dalam keadaan dharuriyat (kebutuhan primer) dan keadaan hajiyat (kedudukan sekunder), menjadi risiko rendah, dan menjadi kebutuhan di masyarakat.
- Pengertian Gaji dan kontrol hukumnya dalam ekonomi Islam :
Kontrak pekerjaan mengatur hubungan pekerja dengan majikan dalam hukum Islam, dan penyesuaian hukumnya : " عقد بيع منفعة," seperti akad Ijarah yang di bolehkan oleh Fuqaha, kontrak/akad ini didasarkan pada rukun-rukun berikut:
- Ijab & Qabul : Dari pekerja dan majikan .
- Tempat Akad
- Sighat Akad : Majikan mengatakan kepada pekerja saya ingin mempekerjakan Anda, dan kondisi yang disepakati dalam kerangka ketentuan/peraturan dan prinsip hukum Islam .
Telah ada contoh praktek akad pekerjaan didalam al-Qur’an pada kisah Nabi Isa AS dan Nabi Syu’aib AS
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ القَوِيُّ الأَمِينُ (26) قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْراً فَمِنْ عِندِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ (27) قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا الأَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلاَ عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَانَقُولُ وَكِيلٌ (28) فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأَجَلَ وَسَارَ بَأَهْلِهِ آنَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَاراً قَالَ لأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَاراً لَّعَلِّي آتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّـكُمْ تَصْطَلُونَ (29) (سورة القصص).
“26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
27. Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
28. Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".
29. Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan". (Q. S Al-Qashas : 26-29).
Dari model contoh di atas kami menggambarkan dasar-dasar kontrak/akad kerja dalam Islam, yaitu sebagai berikut :
1. -Rekomendasi putri Nabi Shuaib AS kepada Nabi Musa untuk bekerja atas dasar kejujuran dan kompetensi/kemampuan.
2. -Ijab dari Nabi Shuaib AS untuk kontrak Ijarah dengan Nabi Musa AS.
3. -Qabul dari Nabi Musa untuk bekerja.
4. -Lingkup pekerjaan : menggembala/merawat domba .
5. -timbal balik pekerjaan : nilai dari mahar setara dengan delapan tahun dari pekerjaan dan sepuluh tahun merupakan tambahan dari nabi Musa. di samping itu, rumah, makanan, pakaian dan lainnya adalah kebutuhan dasar kehidupan dari Nabi Musa AS.
6. -Pemenuhan kontrak : Ini berasal dari ayat
فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأَجَلَ وَسَارَ بَأَهْلِهِ آنَسَ مِن جَانِبِ الطُّورِ نَاراً قَالَ لأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَاراً لَّعَلِّي آتِيكُم مِّنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّـكُمْ تَصْطَلُونَ (سورة القصص :29).
“Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung ia berkata kepada keluarganya: "Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan”. (Q. S Al-Qashas : 29).
Para Ahli Fiqh telah menerangkan beberapa aturan yang mengatur upah, yang paling penting adalah :
1. Pekerja harus tahu upah dan mencatatnya (sebagai bukti) dengan cara apapun untuk menghindari penipuan, dan Rasul saw melarang untuk mempekerjakan pekerja sampai jelas/menunjukkan upahnya .
2. Penentuan upah/gaji harus persetujuan bersama antara pekerja dan majikan, tidak memutuskan secara sepihak dan memanfaatkan, itu adalah sebuah Aqdu Bay’I Manfa’ah (kontrak jual beli manfaat),
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ (المائدة :1)
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Q. S al-Maidah : 1).
3. Upah/gaji minimum sepadan dengan yang biaya kecukupan, yaitu pekerja dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, berupa : makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pengobatan dan pendidikan. ini merupakan tanggung jawab dari negara bekerjasama dengan pemilik usaha, sebagaimana dalam kaidah fiqih لا ضرر ولا ضرار (tidak boleh membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain).
Hadits Nabi :
من ولي لنا عملاً وليس له منزل فليتخذ منزلاً ، أو ليست له زوجة فليتزوج ، أو ليس له خادم فليتخذ خادماً ، أوليست له دابة فليتخذ دابة ، ومن أصاب شيئاً سوى ذلك فهو غلول
“Barang siapa kami angkat memangku suatu jabatan. Sedang ia belum memiliki suatu rumah kediaman, maka hendaklah ia mengambil rumah kediaman. Atau ia belum menikah, maka hendaklah ia berusaha untuk menikah. Atau ia belum memiliki seorang pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia mencari seorang pembantu rumah tangga. Atau ia belum memiliki sebuah kendaraan, maka hendalah ia memperoleh sebuah kendaraan, barang siapa yang mengambil sendiri lebih daripada itu, maka dia adalah penipu (koruptor)” (HR Abu Daud)
Termasuk dalam tanggungan negara untuk menentukan upah prajurit ( misalnya ) berdasar pada kecukupan tentara, keluarganya dan tanggungannya, dan ini berlaku untuk kegiatan lain dan sektor swasta dalam bekerja sama dengan Negara, jika uang negara untuk gaji tidak cukup maka bisa diambil dari Baitul Maal.
4. dalam mengambil uang dari Baitul Maal harus secukupnya, harus membayar dengan apa yang diupayakan, keahlian, kemampuan dan kapasitas, upah mempertimbangkan resiko dari pekerjaannya, serta waktu yang dihabiskan, “tidak ada upah tanpa usaha” dan yang tujuan dari itu semua adalah untuk memotivasi pekerja dalam bekerja.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ (7) وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَراًّ يَرَهُ (8) (سورة الزلزلة)
5. yang kesucian dari pekerja mengambil sesuatu yang disepakati dengan para majikan tanpa yang baik dari itu dan yang sama hanya Glola ( dilarang ) , mengatakan para Rasul dari Allah , damai menjadi kepadanya :" .... dan kami digunakan untuk bekerja Vrozknah apa yang bayi diambil maka ganas ( haram ) "( Abu Dawud ) , dan di riwayat lain yang Messenger dari Allah berfirman saw :" dari Astalmnah Anda bekerja Victmna benang apa itu Glola datang pada hari dari Kebangkitan " kata para Rasul dari Allah , saw :" Semoga Allah mengutuk para penyuap dan yang Alraih menyuap dan Di antara mereka " ( HR. Ahmad ) , dan para ulama mengumpulkan bahwa hadiah pekerja Gulul .
(6) - Haram memakan upah pekerja dengan tidak adil, dan bukti bahwa kata-kata Allah yang Diberkati dan Diagungkan : } Dan tidak Orang membuat segalanya lebih buruk Dan tidak Mereka merusak spoiler darat { [ Hood : 85] , dan telah disebutkan dalam satu kuil modern untuk yang Tuhan dari Glory , ia berkata : " Tiga Saya lawan yang hari dari Kebangkitan, dan Anda lawan lawan, seorang pria memberi saya dan kemudian dikhianati, dan seorang pria yang menjual sebuah bebas dan dia makan dengan harga, dan seorang pria mempekerjakan karyawan bergaji Fastovy dia dan tidak memberinya nya upah "( HR oleh Muslim dan Ahmad ) , dan Islam telah dilarang dalam serangan terhadap para dana dari orang lain, dan masukkan para pekerja, katanya , saw :" setiap Muslim adalah Muslim yang dilarang, dan uang darah dan kehormatan "( HR oleh al Bukhari dan Muslim ).
(7) - asuransi pekerja dalam kasus dari kecacatan, usia tua atau krisis, bencana atau bencana, dan semua ini dalam lingkup dari solidaritas sosial dan kerjasama dengan tanggung jawab dari orang tua, dan bukti bahwa yang kata-kata dari Messenger of Allah , saw : " Anda adalah gembala dan masing-masing Anda adalah bertanggung jawab untuk kawanan, Imam gembalanya dan bertanggung jawab untuk umatnya, dan yang laki-laki adalah gembala dari rumahnya dan bertanggung jawab, wanita sponsor pada suaminya 's rumah dan bertanggung jawab, dan sebuah uang hamba gembala nya master bertanggung jawab, masing-masing dari Anda adalah gembala dan bertanggung jawab untuk umatnya "( HR oleh al Bukhari dan Muslim ) , dan menjadi keluar dari dalam rumah dari uang atau asuransi Muslim dana Publik atau pribadi .
- Perilaku pekerja dan majikan dalam ekonomi Islam :
Hubungan antara pihak-pihak dengan proses produksi ( pekerja dan pengusaha ) atas dasar dan kontrol Islam, dan tugas-tugas pekerja dan memiliki hak dan kewajiban untuk bekerja dengan setia untuk mencapai tujuan pendirian tempat dia bekerja . Pekerja terhubung ke majikan dengan kontrak . Majikan harus mencapai cukup untuk karyawan melalui upah yang sesuai, dan gambar yang : upah yang adil yang mencapai standar yang layak dari hidup, dan bonus, bonus insentif, dan penghargaan sosial .
Salah satu fondasi terpenting dari hubungan baik yang mengatur perilaku pekerja dan pemilik bisnis dalam kurikulum Islam adalah sebagai berikut :
- Landasan kemanusiaan : bahwa baik pekerja dan majikan menciptakan Tuhan yang menghormati mereka .
- Dasar persaudaraan di dalam Tuhan : Pekerja adalah saudara dari majikan .
- Dasar kerja sama : Tidak ada kerja yang berhasil tanpa kerja sama yang tulus antara pekerja dan majikan .
- Dasar cinta, kesetiaan dan kepemilikan : Ini adalah motivasi dan motivasi untuk kreativitas dan inovasi .
- Dasar keadilan dalam distribusi hasil produksi : di bawah kekuasaan legitimasi tidak ada bahaya atau bahaya .
- Dasar penghormatan terhadap peraturan dan peraturan : yang mencapai lingkungan yang tepat untuk bekerja .
- Landasan Syura : Dalam mengambil keputusan terkait pekerjaan .
Jika dasar-dasar ini tercapai, hubungan baik antara pekerja dan pengusaha diperkuat .
Tidak ada komentar